"Kamu mau ngomong apa, sih? Kok, kayaknya pening banget?" Andi bertanya kepada Bani, sahabat karibnya sejak SD. Mereka berdua kini sudah menjadi siswa SMP kelas IX di sekolah swasta di Kampung Melayu. Sebulan lagi mereka akan menghadapi Ujian Nasional (UN).
Bani menatap lamat-lamat kedua bola mata Andi, sambil mencari keberanian dari dalam dirinya.
Dua bulan terakhir ini, ayahnya Bani jatuh sakit. Ibunya mengambil alih tugas kepala keluarga yaitu mencari nafkah, sebagai buruh cuci dan setrika di kampungnya. Namun penghasilannya pas-pasan hanya untuk makan sehari-hari saja. Untuk uang SPP belakangan ini sudah menunggak selama dua bulan dan biaya ujian belum terbayar.
Sebelum ayahnya sakit, perekonomian mereka baik-baik saja. Meski tidak tergolong keluarga berlebih, namun Alhamdulillah semuanya tercukupi. Termasuk biaya kuliah Rani, kakaknya Bani.
Kini ujian di depan mata, namun ibunya Bani belum ada uang lebih untuk membayar semua uang sekolah anaknya.
"Ehh, itu ..., hmmm, aku mau bilang sesuatu. Tapi janji, kamu jangan marah ya." kata Bani memulai pembicaraan kepada sahabatnya.
Selama ini Andi dan keluarganya sudah sangat baik kepada Bani. Sering mengajaknya jalan-jalan di waktu liburan. Jika papanya Andi bertugas ke luar kota atau luar negeri pun, Bani sekeluarga tidak lupa diberikan oleh-oleh. Sudah seperti saudara begitulah.
Bani pun sering diajak menginap di rumah Andi, belajar dan bermain bersama. Di sana Bani sangat senang karena ada perpustakaan yang berisi banyak sekali buku bacaan yang ia sukai. Novel.
Meski mereka berdua sangat akrab, namun kali ini, Bani tak enak hati untuk menyampaikan maksud hatinya.
"Ya enggak apa-apa, kita kan berteman sudah lama. Tak usah sungkan, katakan saja Ban," jawab Andi dengan tulus.
Akhirnya Bani mengeluarkan beban hatinya yang mengganjal belakangan ini. Tentang ayah dan ibunya, juga tentang biaya sekolahnya yang menunggak.
"Oh, cuma itu? Kukira ada apaan sampai kamu belakangan ini kok jadi pendiam. Oke, gampang kalau itu sih," jawab Andi setelah mendengar 'curhatan' Bani.
Dan memang Andi itu adalah seorang sahabat yang sangat baik, ia tidak pelit untuk meminjamkan uang tabungannya untuk biaya sekolah Bani yang menunggak. Ia juga mau berbagi materi ujian yang didapatnya dari tempat les di luar sekolah.
Mata Bani berkaca-kaca, mendengar jawaban dari Andi. "Alhamdulillah ya Allah, terima kasih ya Sob." katanya.
"Udah, santai aja. Allah titip rejeki sama aku, kamu kan seperti saudaraku sendiri, jadi santai aja ya. Kalau ada apa-apa lagi, ngomong aja, nggak usah sungkan. Oke?" lanjut Andi, sambil menepuk pundak sahabatnya.
Lalu mereka berdua berjalan bersama menuju masjid sekolah untuk sholat Dzuhur.
Share This Article :
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup pada kolom komentar, kalau masih nekat mohon maaf komentarmu akan dihapus ya🙏