Sinar matahari belum sempurna menyapa bumi, tapi orang-orang telah ramai berkerumun di tempat itu, termasuk dirinya.
Banyak bapak-bapak yang berkemeja rapi lengkap dengan tas di pundak dan punggung mereka, sepertinya akan berangkat bekerja. Juga ibu-ibu yang akan pergi ke pasar. Tidak sedikit juga anak-anak berseragam yang akan berangkat bersekolah. Semuanya berkumpul di sana, di depan ruko di seberang pasar Cibitung. Ia sendiri baru saja turun dari motornya dan ikut penasaran ada apa di sana.
Dari bisik-bisik orang di depannya, terdengar ada seorang bayi merah baru dilahirkan namun ditinggal pergi oleh ibunya. Rasa penasaran semakin membuatnya menerobos ke depan, demi memastikan apakah benar yang didengarnya.
"Ya ampun, bayi bersih cantik begini kok tega banget sih ibunya ngebuang, astaghfirullah" kata seorang ibu paruh baya berkerudung hijau di depannya.
"Tau ih, susah payahnya ngelahirin kok malah ditinggal gitu aja," tambah ibu muda yang mengenakan blazer pink. Sepertinya ia pegawai bank.
Septi semakin penasaran, sambil berharap kepada Allah apakah ini jawaban atas segala doanya.
Biasanya setiap pagi kalau berangkat bekerja, ia tidak pernah iseng mampir, langsung saja ke tujuan yaitu pabrik garmen di kawasan industri Cikarang. Lebih dari sejam waktu yang dibutuhkannya dari rumah untuk sampai ke pabrik. Sedikit saja telat, tatapan sinis supervisor siap menyambutnya. Belum lagi ocehannya.
Namun pagi ini berbeda, seperti ada bisikan dalam hatinya agar ia berhenti di sana.
"Ya Rabb!" lirihnya kemudian. Ia seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bayi kecil sedang menangis di dalam sebuah kardus beralaskan sehelai kain. Masih lengkap dengan ari-ari yang menempel di perutnya. Darah segar juga terlihat di sana. Ia pastikan bayi tersebut belum lama dilahirkan oleh ibunya.
Semua orang di sana saling pandang. Tak ada yang berani mengambil tindakan kecuali hanya menatap iba sambil berbisik-bisik mengutuk sang ibu bayi.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Septi. Karena ia melihat tak ada satupun orang yang terketuk hatinya untuk mengambil, maka ia berniat baik ingin membawa sang bayi.
Sepuluh tahun pernikahannya dengan Mas Doni belum membuahkan seorang pun buah hati. Namun ia tidak pernah berburuk sangka. Terus bersabar dalam penantian.
Jemarinya mengetik sebuah pesan singkat kepada suaminya. "Bismillah. Mas, sepertinya Ramadhan ini Allah kirim hadiah untuk kita berdua. Tunggu di rumah ya, jangan berangkat dulu." Septi meminta suami menunda keberangkatan ke kantornya.
Setelah ia meyakinkan seluruh orang yang ada di sana, ia lalu membawa kardus tersebut di atas motornya. Masih muat untuk diselipkan diantara stang dan joknya.
"Bismillah, Mas. Mungkin ini memang paket yang sengaja Allah kirim untukku, untuk kita berdua." lirihnya sambil memacu sepeda motor kembali ke rumah.
Ia tidak peduli lagi akan omelan sang supervisor, demi membawa pulang "paket cantik" tersebut.
Sudah terbayang di rumahnya akan terasa lebih ramai, lebih ceria dan bahagia atas kehadiran bayi perempuan nan mungil itu.
#fiksi
#tantanganmenulis
#RamadhanBercerita
Share This Article :
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup pada kolom komentar, kalau masih nekat mohon maaf komentarmu akan dihapus ya🙏