Tidak terasa kita sudah berada di penghujung bulan Ramadhan. Setiap muslim tentu merasa sedih sekali dengan kenyataan bahwa bulan yang bertaburan pahala ini akan segera pergi. Namun di lain sisi, ada momen hal yang dinanti-nanti di setiap akhir Ramadhan. Apakah itu?
Bukan, saya bukan ingin bercerita tentang malam Lailatul Qodar. Ayo tebak, momen apa yang sangat dinanti?
Iya betul, momen mudik.
Beberapa hari terakhir ini saya melihat berita di media sosial tentang betapa tingginya harga tiket baik pesawat maupun kereta. Harga tiket bis pun biasanya melonjak naik apalagi menjelang hari raya Idul Fitri. Namun demi bersua dengan orang tua dan keluarga, mereka tetap melakukan mudik.
Di jalanan pun, saya melihat banyak sekali motor dan mobil yang membawa para pemudik. Ciri khasnya kalau motor, biasanya mereka membawa tas ransel besar bahkan banyak yang diikat di atas motor. Kalau mobil biasanya saya melihat ada yang ditaruh di atas mobil.
Senang sekali saya melihat pemandangan tersebut. _Laki-laki, perempuan, tua muda, semuanya tak ketinggalan melakukan perjalanan mudik ke kampung halaman._
Bagaimana dengan saya sendiri? Hehehe, saya dan keluarga biasa melakukan 'mudik _anti-mainstream_. Apaan, tuh?
Begini, saya keturunan Jawa, namun kedua orang tua saya sudah lama sekali tinggal di Bekasi, awalnya sama-sama perantau di Jakarta Barat. Rumah orang tua saya di Jati Asih, Bekasi.
Sedangkan saya memiliki suami orang Betawi asli, kedua orang tuanya betul-betul lahir dan tinggal di Jakarta, keluarganya pun memang asli Betawi. Nah, mertua saya itu bertempat tinggal di Pulogebang, Jakarta Timur.
Saya bersama keluarga tinggal di Tambun, Kabupaten Bekasi. Sudah terbayang dong, bagaimana maksudnya mudik _anti-mainstream?_ 😃
Saya tak perlu membawa banyak 'gembolan' atau bawaan pakaian, tidak juga tas ataupun koper. Cukup membawa kue dan buah-buahan untuk orang tua dan mertua, dimasukkan ke dalam mobil. Lalu lewat jalan tol itupun hanya tol JORR yang tidak seberapa lama.
Berbeda sekali dengan pemudik kebanyakan yang berjarak jauh, memakan waktu lama hingga berhari-hari dan dengan banyak bawaan. Saya mah, _simple_ saja, hehehe.
Meski terkadang saya rindu rasanya pulang kampung ke Jawa seperti dulu menengok Mbah di Kebumen atau Wonogiri.
Sekarang mudiknya hanya menghabiskan waktu satu hingga dua jam. Ini pun karena lama di 'jalan tikus' alias jalan tembus sebelum sampai ke tol. Maklum di jalanan perumahan pasti ramai orang ber-Lebaran.
Meski mudik _anti-mainstream_ ini sedikit berbeda, namun Alhamdulillah rasanya sama-sama nikmat dan indah. Karena bisa bersua dengan kedua orang tua dan juga adik-adik yang tersayang.
Karena jaraknya yang dekat, saya dan keluarga tidak terlalu lelah setelah mudik dan ber-Lebaran. Selain itu, mudik _anti-mainstream_ ini juga tidak terpengaruh oleh naiknya harga tiket. Enak sekali, bukan? 😊
Masya Allah, Alhamdulillah.
Share This Article :
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup pada kolom komentar, kalau masih nekat mohon maaf komentarmu akan dihapus ya🙏