MqBcMqB9MqRaLWJcNWB6Mqx6LCMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANLITE104

Catatan Hati di Kala Listrik Mati

Subhanallah.

Kemarin siang, aliran listrik di tempat saya mendadak mati. Tanpa kabar, tanpa pemberitahuan sebelumnya.

Dikira hanya sementara, lalu saya sekeluarga pergi 'ngadem' ke Mal Summarecon Bekasi. Ada apa di sana? Ya betul, mal sangat ramai. Mungkin mereka juga berpikiran sama, ingin 'ngadem' di mal. Akan tetapi, sama sekali tidak ditemukan di sana. Bahkan di ruangan menyusui yang biasanya adem alias dingin, kemarin panas. Terasa hanya angin saja yang keluar. Begitu pun di dalam mushollanya, sungguh panas meski sudah diberi kipas besar berbentuk kotak, yang kerjanya semacam blower. Sungguh tidak nyaman dalam keadaan panas begitu.

Di sana saya sempat terpisah dengan suami dan anak-anak, namun malangnya jaringan telekomunikasi atau sinyal hp rupanya ikutan terganggu. Tidak dapat mengirim dan terima pesan Whatsapp, tidak bisa WA call, bahkan telepon dan pesan biasa pun tak bisa. Betapa menyulitkannya hidup tanpa alat komunikasi.

Malamnya, ada pengajian di rumah Engkong (sebutan kakek dalam bahasa Betawi). Berkali-kali upaya menyalakan genset sempat gagal, namun akhirnya berhasil, Alhamdulillah. Sebelum dan sesudah dimulainya pengajian, betul-betul gelap sekali. Minim lilin, karena memang sudah jarang ditemukan di warung-warung. Sepertinya sudah ludes diborong orang. Setelah membantu beres-beres, mumpung masih terang saya segera membereskan bawaan lalu pulang bersama keluarga.

Dalam perjalanan dari Rawakuning pulang ke Tambun, sungguh gelap gulita. Hanya pom bensin yang terang, selebihnya, seperti warung-warung pinggir jalan, kebanyakan gelap. Rasa takut menghampiri dalam hati.

Hingga akhirnya sampai di komplek sekitar pukul sebelas malam, sangat terasa sepi dan gelapnya. Hanya lampu mobil menjadi penerang, saya semakin takut.

Takut kenapa? Saya membayangkan akhir zaman itu tiba, di mana teknologi perlahan hilang, dan manusia kembali seperti jaman di mana masih sangat kuno sekali tanpa teknologi.

Tidak ada handphone, televisi, mobil, bahkan listrik sekalipun. Sungguh hal ini adalah janji Allah, tak ada keraguan di dalamnya.

Saya berpikir, apakah say dan keluarga khususnya anak-anak siap menghadapi semua itu?

Masuk ke rumah, segera menunaikan sholat Isya lalu menyiapkan keperluan tidur. Berlima tidur di kamar saya, karena Ali tidak berani tidur sendiri.

Lepas tengah malam, saya berempat kecuali Ali, pindah ke ruang tengah karena terasa lebih dingin. Di situ saya bolak-balik melihat jam, dan juga berganti-ganti posisi ke kanan dan kiri. Ke kanan mencari kekuatan dan ketenangan dari wajah suami, ke kiri memberi keamanan kepada bayi.

Hingga akhirnya pukul tujuh pagi, setelah saya selesai membuat nasi aron, listrik kembali menyala. Nikmat yang luar biasa.

Selama mati listrik kemarin, saya berusaha tak mengeluh di depan suami dan anak-anak. Berharap masih bisa menunjukkan rasa syukur meski dalam keterbatasan. Setidaknya masih punya air minum empat galon untuk masak, mandi dan MCK.

Tak perlu mengeluh ini dan itu, toh masih harus banyak bersyukur karena masih bisa bersama-sama.

Bayangkan mereka, anak-anak di negeri konflik seperti Suriah dan Palestina. Mereka terbiasa dengan kegelapan, bahkan ditemani teror bom serta rentetan bunyi senjata api. Namun mereka masih tetap bisa menghafal Al-Quran dan masih bisa tersenyum.

Sekali lagi, mati listrik bukanlah musibah besar. Justru sebuah musibah terbesar adalah ketika di dalam hati manusia sudah tak mampu lagi bersyukur, tak bisa berterima kasih kepada Allah yang telah memberikan begitu banyak nikmat dan karunia.
Share This Article :
Mamiarsyali

Mamiarsyali adalah seorang lifestyle blogger yang menulis seputar parenting, Home Education, book review, traveling dan apa saja yang dapat membuatnya lebih happy.

Hai, terima kasih sudah mampir☺

Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup pada kolom komentar, kalau masih nekat mohon maaf komentarmu akan dihapus ya🙏
6616646238410676779