Jadi acara di zoom itu lebih ke aliran rasa dari para peserta Matrikulasi Batch 2 setelah mengikuti materi di kelas. Apakah aku dan suami mengikuti materinya? Jawabannya adalah: tidak hehehehe. Jujur, aku nggak bersemangat kalau belajar sendirian. Sudah bosan rasanya bertahun-tahun jalan sendiri sementara suami tidak mau aktif terlibat. Dan malam ini rasanya seperti mendapat rejeki yang besar dengan keinginan suami mengikuti kelas tersebut, mungkin bisa disebut juga sebagai mood booster kali ya hehehe.
Apa yang kutulis di sini adalah poin-poin yang berhasil dirangkum berdua setelah mengikuti zoom, semoga bisa menjadi bekal untuk melangkah bersama sebagai pasangan dan orang tua yang rileks dan optimis. Apa sajakah itu? Cekidot ....
- Banyak mendengarkan anak. Yup, aku akui selama ini lebih banyak berbicara ketimbang mendengarkan anak. Padahal, sama halnya dengan orang tua, anak-anak itu inginnya didengar dan dimengerti. Oke, noted.
- Setiap anak/individu/keluarga itu unik. Betul banget, jadi nggak perlu minder dan membandingkannya dengan anak/orang/keluarga lainnya. Mungkin istilah kerennya adalah Just Be Your Self, hehehehe. Jangan sibuk melihat kelebihan keluarga lain lalu menjadi tidak fokus mengurusi keluarga sendiri. Jujur aku terkadang juga masih suka insecure dan lama-lama malah lupa dengan keluarga sendiri, hiks.
- Orang tua berusaha mengerti anak, buka sebaliknya menuntut anak untuk mengerti. Sering banget kayak begini, karena merasa lebih senior dan memiliki anak kemudian menuntut mereka agar bisa engerti semua keinginan orang tua. Satu contoh yang tadi disebutkan cukup menggugah, yaitu tentang kebiasaan anak sewaktu mereka masih bayi kan komunikasinya terbatas hanya dengan menangis, ya. Nah di situ orang tua dituntut untuk mampu mengerti arti tangisannya, apakah sang bayi menangis karena lapar, mengantuk, bosan, dan sebaginya. Maka sebetulnya Allah sudah mengajarkan fitrah sejak anak masih bayi bahwa mereka ingin sekali dimengerti oleh orang tuanya. Masuk akal banget, kan. Oke semoga dari sini bisa berubah lebih bisa mengerti keinginan anak daripada menuntut mereka untuk mengerti. Bismillah.
- Perbanyak teman yang se-frekuensi, bisa dengan berkomunitas atau berjejaring. Yap! Soal ini sebetulnya udah sering banget aku bicarakan ke suami, jangan cuma punya teman kerja, hobi, dan bisnis aja. Tapi perlu banget yang namanya kumpul-kumpul sama teman yang belajar tentang pengasuhan anak. Kenapa? Ya jelas supaya punya lebih banyak semangat untuk belajar, praktek dan berbenah. Sejak awal hanya aku aja yang sering aktif, suami kadang-kadang aja ikutnya. Dan belakangan ini aku bener-bener udah nyerah banget. Alhamdulillah malam ini beliau mau nimbrung, semoga bisa istiqomah hehehe.
- Cari inspirasi dari pasangan atau keluarga lain. Nah, ini juga penting banget, karena bisa nyari apa aja yang bagus dari mereka lalu diaplikasikan dengan keunikan keluarga sendiri.
- Visi dan Misi keluarga. Masih berkaitan dengan poin sebelumnya yaitu tentang keunikan keluarga. Maksudnya adalah tentang visi dan misi keluarga tersebut, ingin menjadi seperti apa dan bagaimana? Tentu tidak akan bisa sama plek antar keluarga satu dengan lainnya. Soal ini juga masih sering menjadi pemicu keributan antara aku dan suami. Kadang aku maunya begini, sementara suami begitu. Padahal dulunya sudah sepakat tapi kenyataan di lapangan sering berbeda. Kupikir ini saatnya mereview kembali, apa sebetulnya yang beliau inginkan dari keluarga ini. Apakah sama dengan harapanku juga atau enggak, hemmmm. Besok bakal lebih seru nih 😆😅 Ibaratnya istri pengen jalan-jalan ke gunung, eh suaminya malah pengen ke pantai. Jelas susah untuk sampai, karena tujuannya berbeda-beda hehehe.
- Orang tua wajib rileks terlebij dahulu. Jelas dong, itu harus bin harus. Gimana mau mendidik anak dengan santuy ye kan, kalau orang tuanya aja nggak bisa rileks dengan dirinya sendiri. Masih sibuk mikirin pekerjaan atau luka pengasuhan, misalnya. Bisa-bisa kebawa emosi ketika membersamai anak, kan berabe. Meminjam istilah parenting yang kekinian, yaitu harus selesai dengan diri sendiri.
- Istri bahagia, keluarga bahagia. Yang ini juga bener bangeeetttt. Aku udah ngerasain banget ketika diri sendiri lagi hepi, main sama anak juga kebawa enjoy. Namun kebalikannya ketika suasana hati sedang nggak baik, boro-boro bisa membersamai mereka. Yang ada malah marah-marah doang. Astaghfirullah. Nah, di sinilah peran penting suami untuk senantiasa membahagiakan istrinya hahahha puas banget deh 🤣
- Jangan mengintimidasi dan membandingkan anak. Ngebayangin kalau aku dibandingin sama perempuan lain, ihhh amit-amit banget kaaan. Apalagi anak, mereka tentu merasa tidak nyaman.
- Berilah support dan teladan. Ketimbang mengintimidasi, lebih baik menyemangati dan memberi teladan. Karena anak-anak lebih mengikuti apa yang orang tuanya lakukan, ketimbang mendengarkan ocehannya. Oke, bismillah masih banyak yang harus dilakukan nih.
- Menurunkan standar atau ekspektasi. Karena ketika menuntut anak menjadi sempurna itu kan nggak mungkin, malah akhirnya sering berujung keributan karena hasilnya nggak sesuai.
- Tidak terlalu menuntut anak untuk sempurna. Orang tua itu manusia, tentu jauh dari kata sempurna. Begitu pun dengan anak-anak, mereka juga kan manusia. Lebih baik bersabar, mengikuti perkembangan mereka. Karena setiap anak memiliki ritme perkembangan yang berbeda-beda. 😊
- Memulai dari yang ada di rumah. Yap, aku masih sering menunda sesuatu karena belum siap fasilitasnya. Dan ini harus segera ditaubati, agar tidak lama tersendat dan bisa melaju kembali bersama anak-anakku.
- Memahami kebutuhan anak di usia mumayyiz (0-7 tahun): cinta, rasa, dan fisik. Ini usianya Arsya dan Aisyah, di mana mereka berdua sangat aktif bergerak dan bereksplorasi apa aja. Nggak ada batasan jenis kelamin apakah laki-laki atau perempuan, memang usia segitu fitrahnya bergerak aktif tidak bisa diam. Memenuhi tangki cintanya agar batinnya terpuaskan. Dengan begitu mereka akan memiliki pondasi yang kokoh untuk melanjutkan petualangan untuk mempelajari berbagai macam ilmu di luaran sana.
- Lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini adalah poin terpenting dari semuanya. Karena pasangan dan anak-anak sejatinya milik Allah maka dekatkan hati dengan-Nya, agar Allah berkenan melembutkan hati mereka.
Panjang banget ya kayak kereta hehehe. Alhamdulillah bisa menuliskan semua insight yang aku dan suami dapatkan, semoga Allah beri kemudahan untuk mengaplikasikannya. Amin.
Share This Article :


Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup pada kolom komentar, kalau masih nekat mohon maaf komentarmu akan dihapus ya🙏