Ketika rasa itu mulai datang, mengapa kau justru pergi meninggalkanku? Semua perjuanganku untuk menaklukkan rasa di jiwa seakan sia-sia.
Masih teringat jelas ketika pertama kali kamu hadir dalam kehidupanku. Begitu tiba-tiba, bahkan ketika baru saja aku patah hati ditinggal si dia yang menikah dengan pilihan orang tuanya. Jelas luka di hatiku masih menganga, belum siap diisi oleh siapapun termasuk dirimu.
Meski begitu, hujan perhatian selalu kau curahkan untukku. Dengan harapan aku akan berubah dan mau membalas perasaanmu, kau terus melaju tanpa kenal menyerah. Meski sering tak kupedulikan.
"Boleh kuantar Dik?" Tanyamu kala hujan deras di kampus, sementara aku tak membawa jas hujan di bagasi motorku. Kupikir, siapalah orang yang sok kenal ini, belagu amat mentang-mentang naik mobil pula.
"Nggak usah, makasih." Aku masih ingat jawaban dinginku sore itu. Iya, memang secuek itu sikapku padamu. Lagian, aku juga bukan wanita murahan yang mudah percaya dengan orang tak dikenal. Meski penampilannya sebagus apapun. Tetap orang asing bagiku, ya kan?
"Nduk ..., mbok ya kamu jangan terlalu galak sama Seno. Biarin dia usaha dulu, jangan buru-buru ditutup pintunya ..." Sebulan lalu ibuku memberi nasihat atau lebih tepatnya sih teguran, namun aku tetap bergeming. Memang sih laki-laki itu tampangnya lumayan, penampilan juga oke, tutur katanya halus, aaaah tapi rasanya aku belum bisa meyakini kalau dia orang baik. Bisa saja memanfaatkan kesempatan kala aku terpuruk.
"Biarin aja Bu, Dian masih ingin sendiri dulu. Lagian sebentar lagi mau sidang, kalau kelar semuanya mungkin bisa mikirin hal lain." Aku menjawab sekenanya aja, padahal nggak niat juga sih untuk membuka hati lagi untuk pria. Cukup sekali ditinggal nikah sama tunanganku, dan dulu pernah sekali juga diselingkuhi oleh mantan yang CLBK sama teman sekolahnya. Hhhhhhh kupikir mungkin sudah takdirku seperti ini. Merana.
Hari demi hari berlalu, minggu dan bulan terus berjalan, bahkan tahun pun sudah berganti. Namun Seno masih tetap berusaha, hingga berani main ke rumahku. Kupikir waktu itu dia pernah menguntit dari belakang, tapi ternyata belakang aku tahu, tidak. Bukan itu alasan dia tahu rumahku dan bisa akrab dengan ibu serta bapakku.
Hingga akhirnya, di tahun kedua sejak kehadirannya yang tiba-tiba itu, aku mengetahui satu fakta.
"Biarin aja Bulik, kalau emang Dian tetap nggak mau balas saya. Mungkin emang Gusti Allah nggak ngizinkan kami berjodoh," suara berat yang keluar dari speaker ponsel ibuku, sepertinya tak asing lagi. Aku terjekut dan mematung di depan pintu kamar orang tuaku, lalu ibu yang waktu itu sedang memakai masker wajah menyadari hadirku di sana.
"Jangan begitu, Seno. Mungkin kamu perlu cerita ke Dian siapa kamu sebenarnya, dan kenangan masa kecil kalian waktu di Solo ..." Ibu membalas telepon, dan aku sendiri merasa tak percaya dengan percakapan tersebut.
Pantas saja mereka cepat akrab, ternyata Seno ini adalah kerabat jauhku. Asli nggak nyangka, kok bisa orang ini datang tiba-tiba setelah puluhan tahun menghilang. Pikiranku berkelebat dengan cepat, memanggil memori lama yang pernah terbentuk dalam ingatanku.
Teman bermain saat aku kecil, juga sosok pembela kala aku kena jahil teman-teman di rumah. Sudah seperti kakak sendiri, meski lahir dari rahim yang bebeda denganku.
Ya, dia adalah Mas Seno Purwacaraka. Sosok anak lelaki tampan yang waktu kecil pernah ikut tinggal di rumah orang tuaku, karena dia yatim piatu. Ternyata orang tuanya meninggal dalam kecelakaan tunggal, di jalan tol. Karena bapaknya menyetir dalam keadaan mengantuk, lalu ditabrak beruntun oleh mobil dibelakangnya. Ibu menjelaskan dengan detail setelah menemukanku berdiri mematung waktu itu.
Kenapa Tuhan memberiku banyak sekali kejutan. Dulu, ibu hanya bilang Seno itu saudara jauh, tanpa bercerita apapun lainnya. Setelah 2 tahun tinggal bersama keluargaku, lalu Seno pergi lagi. Dulu ibu cuma bilang kalau Seno mau sekolah di luar kota. Ternyata mendapat beasiswa sekolah SMP berasrama.
Aku masih belum percaya kalau ternyata Tuhan siapkan rencana ini atas pengkhianatan tunanganku. Lalu sehari setelah kejadian aku memergoki ibu sedang ngobrol dengan Seno di telepon, aku berniat menghubunginya. Ingin sekali aku memberi jawaban atas usaha dan penantiannnya selama ini.
***
Tubuh pria itu sudah kaku di ujung sana. Tertutup kain dan wajahnya terlihat bersih, bahkan ada senyum di bibirnya. Aku tak menyangka, justru di saat hati ini sudah mulai kubuka, Tuhan malah memberi kejutan lainnya.
Di samping jasadnya, ada sebuah kotak merah. Ibu bilang, isinya cincin untuk melamarku. Ternyata ibu sudah cerita duluan ke Seno, kalau aku sudah tahu siapa dirinya, serta pesan dari orang tuanya Seno dahulu. Tak lupa ibuku juga bilang, kalau aku mau mencoba memulai cerita baru dengannya.
Tapi ternyata, takdir berkata lain. Seno pergi untuk selama-lamanya, bahkan cerita kepergiannya pun mirip dengan orang tuanya dahulu. Seno kelelahan menangani banyak pasien di rumah sakit tempat ia bekerja, baru pulang menjelang Subuh. Lalu bergegas dari Bandung ke Jakarta untuk menemuiku.
Ya Tuhan, kenapa tak Kau berikan sedikit waktu?
Atau ...
Dapatkah kau putar kembali waktu?
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup pada kolom komentar, kalau masih nekat mohon maaf komentarmu akan dihapus ya🙏