Seharusnya dia ikut mengecek grup WA perihal perubahan lokasi, bukan justru sibuk dengan urusan tetangga yang tak penting. Saya sejak pagi berurusan dengan pekerjaan domestik, bahkan sejak seminggu belakangan karena si Mpok sang ART masih dalam suasana duka. Hati saya menjerit, kenapa untuk hal-hal dan grup yang 'berisi', suami seakan tidak peduli. Macam-macam pikiran bersarang di kepala, membuat nyeri. Singkat kata, saya dan suami memutar haluan dari Wisma Asri menuju Margahayu, Bekasi Timur. Untungnya memakai motor, bisa selap-selip di jalan. Itupun bonus telat 20 menit dari jadwal acara.
Sampai lokasi, tanpa babibu suami langsung jalan lagi, menuju bengkel tempat mobil diperbaiki. Padahal saya mau minta belikan biskuit Aisyah, karena stok di rumah sedang habis dan di perjalanan tadi terlupa, akibat suasana hati yang buruk.
Pelan-pelan saya buka pintu Aula Andalusia. Di sana sudah berada belasan orang tua, bapak dan ibu anggota komunitas HEbAT Bekasi. Sementara acara dipandu oleh Pak Eri, salah satu anggota yang berprofesi sebagai Psikolog.
Saya tidak tahu materi apa yang sudah terlewat 20 menit tadi, tetapi bersyukurlah sepertinya memang bahasannya belum jauh. Saya ditodong untuk memperkenalkan diri, eh malah bablas mengalirkan rasa kalau saya sempat salah tujuan kemudian terlambat😅
~Tanpa saya sadari, pembukaan dari saya itu malah menjadi fokus saya di acara ini. Hadeuh, padahal saya sedang dihadapkan pada sebuah konflik interpersonal lainnya, yang bukan dengan suami~ 🤐
Oke, jadi setelah perkenalan itu, tanpa babibu saya langsung mengikuti acara coaching.
Tahap pertama dari coaching ini adalah PAUSE, yang artinya Jeda. Ditemani musik natural, saya dan peserta lainnya diminta Pak Eri untuk me-recall. Mengingat-ingat atau menghadirkan apa sih sebetulnya konflik yang sedang dihadapi. Dan di situlah memori buruk yang saya alami sejak pagi tadi langsung muncul.
Kelelahan mengerjakan domestik bagi saya tak masalah, asalkan pasangan dapat mengerti. Eh ini sudah ART tak masuk, mesin cuci pintunya ngambek, jadilah saya mencuci tangan seember besar (itupun setelah selesai mencuci piring). Karena tidak dikeringkan mesin, jadi masih basah dan berat. Padahal sejak pagi suami mencoba membetulkan mesin dan melihat onggokan baju basah di ember. Sudah saya pinta dorong ke luar tetapi acuh saja. Malah sibuk di luar rumah dengan tetangga. Ya sudah, saya doronglah sendiri agar cepat bisa dijemur. Eh tetiba perut saya nyeri hebat. Baru inget kalau perut bekas sayatan dan jahitan caesar 🤕
Ditambah salah jalan dan nyasar, memori buruk itu muncul sendiri. Ada yang dirasakan selain sakit kepala saat itu, namun belakangan saya baru bisa mengkonfirmasinya.
Pak Eri kemudian bertanya, apa yang saya dan teman-teman rasa? Macam-macam jawabannya, ada yang sedang senang, tak sedikit pula yang seperti saya, sedang dirundung konflik. Saya pun menjawab, "Kok jadi makin sedih Pak, memori buruk seharian ini muncul lagi."
Lalu beliau melanjutkan, bahwa sebagai manusia dalam kesehariannya sudah terlampau sibuk dengan yang namanya rutinitas. Tak ada habisnya. Hingga seringkali abai terhadap diri sendiri, dan apa yang tubuh rasakan. "Apakah ada yang merasakan seuatu? Tiba-tiba muncul sakit?" tanya beliau. Nah itu dia, saya tadi merasa punggung nyeri. Jadi teringat satu-dua tahun lalu saya memiliki keluhan di situ. Entah apa penyebabnya, belakangan rasa nyeri di punggung itu hilang begitu saja. Wallahu a'lam, bisa jadi ada hubungannya dengan sikap 'santuy' saya belakangan ini dalam menghadapi sebuah hambatan (sebetulnya inilah konflik utama saya)😅
Jadi pada tahap pertama tadi yaitu Pause atau Jeda, diharapkan semua peserta berada dalam satu frekuensi yang sama. Yaitu merasakan betul-betul tentang konflik yang sedang dihadapi.
Selanjutnya, beliau menyuruh semua peserta memilih sebuah kartu yang paling mewakili konflik setiap peserta.
Saya memilih sebuah kartu bergambar dua tangan sedang bergenggaman. Nah, ini dia yang sedang menyumbat pikiran saya. Hubungan antar pasangan suami istri yang semestinya hangat, mesra. Istri yang ingin dimengerti, dijaga serta dirawat perasaannya. Entahlah, saya jadi tambah mellow 🤕
Selanjutnya, diminta mengambil kartu kedua. Hal apa yang dirasakan menghambat penyelesaian konflik tersebut? Saya memilih seekor kupu-kupu sendirian di atas tangga. Kasihan sekali melihatnya, tidak ada teman yang peduli apalagi membantunya. Nah, disinilah mulai muncul bayangan konflik lainnya, yaitu konflik yang menurut saya paling memberatkan.
Sebetulnya rumah tangga saya baik-baik saja, mungkin saya hanya kelelahan mengerjakan domestik sambil momong bayi dan balita, jadi lebih sensitif. Intinya tidak ada masalah serius dengan suami, justru konflik satu ini yang utamanya. Sudah terjadi bertahun-tahun tetapi tak kunjung selesai. Mungkin orang yang lebih tua merasa sungkan untuk meminta maaf, atau memang tak menyadari kalau dirinya salah sama saya. Duh ... Ya pokoknya, inilah inti permasalahannya. Meski belakangan suami membela saya namun saya masih merasa beliau lebih ke netral, jadi saya betul-betul merasa alone.
Kenapa nggak diomongin? Ya mungkin harusnya begitu, tapi sumpah deh, untuk ini jangankan saya ngomong merasa tersakiti, wong nggak ngomong apa-apa aja udah disalahin gini 😥😰
Kartu ketiga, yang menggambarkan hal apa saja dalam diri yang dapat digunakan untuk mengatasi konflik tersebut? Menariknya, kali ini Pak Eri meminta saya dan teman-teman untuk memilih kartu yang posisinya sedang terbalik atau tertutup. Dan muncullah kartu bergambar seekor kucing sedang minum dari keran. Wew, saya tak paham maksud gambarnya, tapi mencoba menggali dari tulisannya yaitu 'solusi'.
Saya menganggap, penyelesaian konflik harus segera fokus pada solusi, jangan berlarut-larut pada apa yang dirasakan. Karena apa, memikirkannya saja membuat kepala nyut-nyutan bahkan sering kambuh belakangan. Jadi saya harus segera kepada solusi, agar tak merasa sakit kepala lagi.😄
(Serius deh, Panadol merah salah satu barang wajib yang ada di dompet 🤐)
Pak Eri menyuruh lagi untuk mengambil kartu tetapi yang berukuran kecil dan tidak bergambar. Jadi ini hanya ada tulisan saja. Tau nggak, saya dapet tulisan 'Gairah' 😅 Ett dah, inimah kode alam kali yak, agar saya lebih bergairah sebagai istri. Hadeuh 😬 saya berfikir, saat suami bahagia dengan istri yang bergairah, mungkin di situlah timing yang tepat untuk istri mengungkapkan isi hatinya. Eaaaa😂
Ohya, tadi ada peserta yang nyeletuk, sebetulnya memilih kartu agak ngasal. Eh kok Qoddarullah bisa pas banget, ya. Nah, inipun saya rasakan. Meski saya nggak asal dalam memilih, tetapi saya merasa ini pesan dan jawaban dari Allah untuk menghadapi konflik yang Dia hadirkan dalam kehidupan saya saat ini. Qoddarullah wa masyaa a fa'al 😊
Tahap selanjutnya, mencari pasangan dan bertukar kartu. Saya berpasangan dengan Mba Lidya dan mendapat kartu beliau tentang Sudut Pandang. Nah, sekali lagi saya merasa sayalah yang harus merubah sudut pandang. Melihat dari kacamata pasangan, agar tak melulu egois ingin dimengerti. Memahami dan memenuhi kebutuhan pasangan untuk kemudian bisa mendapatkan hatinya kembali. Eaa 🤓
Omong-omong, bahasan coaching ini akan saya sudahi dulu ya. Mata sudah tak bisa kompromi, tubuh juga meminta haknya beristirahat. Esok pagi ada acara lain menanti.
Insya Allah saya akan lanjutkan tulisan ini di part-2 yang tidak kalah serunya yaitu tentang macam-macam strategi menghadapi konflik. Wow, seru banget kan? 😍
Selamat beristirahat ya, dan jangan lupa bahagia 🤗
Share This Article :
Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup pada kolom komentar, kalau masih nekat mohon maaf komentarmu akan dihapus ya🙏